Minggu, 14 Agustus 2011

^^

http://logo54.com/movie/harry/logo.php?hl=ja&lo=nurul+hidayah

persahabatan



Meydi. Begitulah nama akrabnya. Lengkapnya Meydi Narislana Putri. Aku tinggal di sebuah gang di kecamatan Tampan. Lahir 1 januari 1993. Tinngiku 160 cm. Anak kedua dari 2 bersaudara. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki yang kini sedang menuntut ilmu di Amerika. Ia mendapat beasiswa untuk kuliah disana. Tentu saja, karena orangtuaku yang hanya seorang pedagang ikan yang pendapatannnya pas-pasan tak mungkin dapat menyekolahkan anaknya di Oxford University. Sementara aku masih bersekolah di sebuah SMA Negeri di Pekanbaru, tepatnya SMAN 4. Teman-temanku tak banyak memang, namun mereka dapat mengusir kesedihanku di kala duka. Dapat berbagi kebahadiaan satu sama lain.
“kerumah gue yuk. Cowok gue mau datang nih. Katanya kalian mau kenalan sama cowok gue. Ntar gue kenalin deh”  ajakku pada teman-temanku.
     “ayuk”  jawab Tia cepat.
Tia. Aftia Zahra, begitu nama lengkapnya. Lahir 17 tahun yang lalu. Berasal dari keluarga yang serba berkecukupan. Anak tunggal dari pengusaha sukses. Tapi ia tak pernah menyombongkan dirinya. Menurutku ia yang tercantik diantara kami bertiga. Kulitnya kuning langsat. Tingginya kirta-kira 165 cm. Ia tingggal satu gang denganku.
lo ikut nggak Sil? Kan lo yang ngebet banget pengen kenalan sama cowok gue kemaren.” Tanya ku pada Silvia.
Silvia. Hanya itu saja namanya. Sangat sederhanya. Sama seperti kehidupannya yang serba sederhana. Karena ia tak jauh beda denganku, ayahnya seorang pedagang sayur.
“oke deh. Gue ikut” jawab silvia.
“ nah, gitu dong! Come on”

^_^

          “adit” sapa adit, pacarku kepada kedua temanku.
          “heh, nggak usah lama-lama gitu dong salamannya” kataku sewot, saat melihat Tia dan Adit salaman agak sedikit lama.
          “ah lo Mey, gue nggak akan ngambil cowok lo kok” balas Tia.
          “pacar lo manis juga ya, mey!” bisik Silvia
          “oh, iya dong. Siapa dulu ceweknya, Meydi.”
          Sontak tawa kamipun pecah, seiring dengan berhembusnya angin malam yang menusuk tulang.
           Aku hanya mengajak teman-teman dan pacarku duduk di teras, karena ibu dan ayahku sedang asyik nonton. Maklumlah, rumahku tak besar. Jadi ruang keluarga disatukan dengan ruang tamu.
          Tepat pukul 21.00 mereka pulang. Karena jika terlalu malam, aku kasihan dengan Adit. Rumahnya lumayan jauh dengan rumahku. Sekitar 60 menit  jaraknya dari rumahku.
          Sepulangnya mereka, aku masih duduk diteras sambil menatap bintang. Pertemuan aku dengan Adit tadi serasa singkat. Meskipun telah 2 tahun kami menjalin hubungan. Aku masih ingat ketika pertama kali aku berjumpa dengannya. Aku dikenalkan oleh Rio, teman sekelasku. Adit  bilang “aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengan lo, Meydi”. Aku juga merasakan hal yang sama. Love at a first sight.

^_^

          Hari minggu, tepatnya seminggu setelah perkenalan Adit dengan teman-temanku.
          Lagu Roulette mengalun dari handphoneku yang terletak di bawah bantal.
          “hallo” sapaku.
          “hallo bebh. Belum bangun yah? Kayaknya kita nggak jadi jalan deh. Soalnya mama minta gue nemenin belanja nih. Maav ya bebh.” Jawab suara diseberang sana yang sukses membuatku terbelalak. Baru kali ini ia mau nemanin mamanya belanja. Biasanya nggak pernah mau. Aneh! Ah, sudahlah. Aku nggak boleh mikir yang macam-macam.
          “oh. Nggak apa-apa kok!” balas ku.
          “makasih ya bebh. Luph u”
Tut.tut.tut. telpon terputus. Sial! Nggak biasanya dia begini.
          Aku mengirim pesan singkat ke kedua temanku.
          To : silvia
          Message : “sil jalan yuk. Cowok gua nggak bisa nemanin nih. Lagian gue juga udah jarang jalan bareng kalian lagi.”
          Aku juga menngirimkan pesan yang sama ke Tia.
5 menit kemudian, di layar handphoneku muncul tulisan “2 pesan diterima”. Aku segera membukanya.
          From : silvia
          Message : “ok dech. Jam 10 yah. Soalnya mau bantu ibu gue dulu neh”
Ku tekan tombol “pilihan” lalu “reply”
          “ok dech”.
Dan pesan dari Tia
          From : Tia
          Message : “aduh. Maav ya Mey. Gue ada urusan. Maklumlah ortunya gue lagi di Jakarta”
          Tumben, pikirku.

^_^
         
          “Mey, Tia mana? Tumben dia nggak ikut. Nggak bisa belanja dong kita. Kan biasanya dia yang belanjain kita” ujar Silvia
          “katanya ada urusan. Udahlah, kita cuci mata aja. Siapa tau dapat cowok baru. Haha”
          “lo ya, udah punya cowok masih aja cari cowok” jawab Silvia.
          Tawa kami pun meledak. Namun tawa Silvia terhenti dan ia menatap seorang cewek dan cowok diseberang sana  yang sangat aku kenali.
          “Tia, Adit.!!”
          “sabar Mey” Silvia berusaha menahanku. Namun aku nggak peduli. Kudatangi mereka yang sedang asyik makan disebuah Cafe Mal SKA.
          “ADIT...??? jadi ini mama lo. Udah berubah lebih muda ya? Dan lo TIA, ini urusan lo tu. Urusan merebut Adit dari gue?” kemarahanku sudah tidak dapat dibendung lagi.
          “Mey, gue bisa jelasin” Adit berusaha membela diri. Tia hanya tertunduk pasrah.
          “gue udah nggak peduli lagi sama kalian. Kita PUTUS!” kataku seraya menyiramkan minuman bersoda ke muka Adit dan berlari meninggalkan mereka. Tak terasa air mataku mengalir seiring derasnya hujan diluar sana.
          “sudahlah Mey. Yang sabar ya” Silvia berusaha menenangkanku.
          “mereka mengkhianati gue, sil. Apa sih salah gue, sampai mereka tega berbuat seperti ini terhadap gue. Hikz..hikz..”

^_^

“20 panggilan tak terjawab” dan “10 pesan diterima”
          Aku nggak peduli. Kubiarkan lagu Roulette mengalun terus-menerus di handphoneku mengiringi air yang terus keluar dari kedua belah mataku yang seakan tak dapat mengobati sakit hatiku. Akupun terlelap dalam tangis.

^_^

          Sebulan setelah kejadian yang menyayat hatiku berlalu. Tia berkali-kali berusaha ingin menemuiku. Namun tak pernah aku tanggapi. Kini aku sudah tak ingin membahas kejadian itu.

Pagi itu, di sekolah,
          “mey, tunggu.!” Panggil Tia dan Silvia berbarengan.
          Aku pun menghentikan langkah.
          “Mey, plis maavin gue. Masa Cuma gara-gara cowok kita musuhan ampe segininya. Gua udah nggak ada apa-apa lagi sama dia. Semenjak kejadian itu, gue ganti nomor handphone dan nggak pernah dia ngubungi gue lagi.”
          “pagar makan tanaman lo” balasku.
          “udahlah Mey. Lo  pasti juga merasa kesepian kan? Nggak usah muna deh. Persahabatan kita itu udah sejak SD. Masa gara-gara Adit brengsek itu kita bubar” jelas Silvia.
          Aku membalikkan badan, dan memeluk mereka.
          “Maavin gue ya. Gue baru sadar. Persahabatan kita lebih berarti daripada seorang pacar. Eh , mantan pacar maksud gue” ucap ku.
          Hahahahahaha...
          Kamipun tertawa bersama. Begitulah persahabatanku. Nggak ada yang bisa memisahkan. Sekalipun dunia terbalik.

SEKIAN






                                                                                      By : Nurul Hidayah